Jumat, Mei 31, 2013

ANALISIS PENGARUH NPL, LDR, CAR, DAN BOPO TERHADAP PROFITABILITAS (ROA) PT. BANK TABUNGAN NEGARA, TBK.

ABSTRAKSI

VINDA AYU DEWI ARDINA (21209735)
ANALISIS PENGARUH NON PERFORMING LOAN, LOAN to DEPOSIT RATIO, CAPITAL ADEQUACY RATIO, DAN BIAYA OPERASI terhadap Pendapatan Operasi TERHADAP PROFITABILITAS (roa)  PT. BANK TABUNGAN NEGARA, TBK.
PI, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2012.
Kata Kunci : NPL, LDR, CAR, BOPO, ROA.

(xi+ 64+ lampiran)

            Berkembangnya kehidupan perbankan di Indonesia ternyata tidak menjamin keseluruhan bank yang beroperasi tersebut mempunyai dampak yang positif bagi perekonomian bangsa. Hal ini dapat terjadi karena sistem perbankan yang mudah sekali untuk dipengaruhi, sehingga akhirnya banyak bank yang mengalami masalah mengenai tingkat kesehatan bank tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) terhadap profitabilitas dalam hal ini adalah Return On Asset (ROA) pada PT. Bank Tabungan Negara, Tbk periode 2004-2011.
            Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengambil kesimpulan yaitu pengaruh CAR dan BOPO terhadap profitabilitas (ROA) pada PT. Bank Tabungan Negara, Tbk nyata (signifikan) karena memiliki tingkat signifikan < 0,05, sedangkan pengaruh NPL dan LDR terhadap profitabilitas (ROA) pada PT. Bank Tabungan Negara, Tbk tidak signifikan karena memiliki tingkat signifikan > 0,05. Kemudian korelasi antara NPL, LDR dan BOPO terhadap ROA sangat kuat dan bersifat negatif, karena korelasi antara kedua variabel tersebut mendekati -1, dan setiap peningkatan NPL, LDR dan BOPO satu satuan maka ROA akan menurun satu-satuan. Kemudian korelasi antara CAR terhadap ROA sangat lemah dan bersifat positif, karena korelasi antara kedua variabel tersebut mendekati 0, dan setiap peningkatan sebanyak satu satuan maka ROA juga akan meningkat.



Daftar Pustaka 2002-2011






PENDAHULUAN

Perbankan merupakan infrastruktur ekonomi yang cukup krusial dalam kehidupan manusia, yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Kegiatan bisnis bank dapat dikatakan berhasil jika dapat mencapai sasaran bisnis yang telah ditentukan. Sasaran yang ingin dicapai setiap bank berbeda tetapi ada satu sasaran yang sama yang harus dicapai bank umum yaitu mendapatkan keuntungan yang layak. Jumlah keuntungan yang layak diperlukan setiap bank untuk menarik setiap pemilik dana agar mereka bersedia menyimpan uangnya dibank. Dengan demikian bank akan memperoleh dana untuk mendanai perluasan usaha serta membiayai usaha peningkatan umum pelayanan bank yang ditawarkan kepada masyarakat. Keuntungan juga diperlukan untuk menutup kerugian sementara yang mungkin timbul diluar perhitungan pengelola bank.
Sebagai lembaga intermediasi antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana, diperlukan bank dengan kinerja keuangan yang sehat, sehingga fungsi intermediasi dapat berjalan lancar. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Faktor yang juga mempengaruhi kinerja perbankan adalah besarnya kredit bermasalah (non performing loan) yang dimiliki oleh bank.
Salah satu bank yang memiliki modal cukup besar di dalam negeri adalah Bank Tabungan Negara, Bank yang bediri sejak tahun 1950 ini dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan dalam profitabilitasnya. NPL Bank Tabungan Negara dari tahu 2004-2011 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, contohnya saja pada tahun 2007 NPL Bank Tabungan Negara mencapai 2,81% angka ini naik sekitar 1,04% dari tahun 2006. Sedangkan pada tahun 2011, NPL menunjukkan penurunan dari tahun 2010. Sementara itu rasio CAR dan ROA dari tahun 2008-2011 menunjukkan peningkatan, hal ini menujukkan bahwa permodalan Bank Tabungan Negara sudah cukup baik. Rasio BOPO dari tahun 2004-2011 mengalami penurunan, sedangkan rasio LDR sendiri dari tahun 2004-2011 mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan semakin tinggi loan, maka semakin tinggi dana yang disalurkan pada pihak ketiga. Perubahan rasio NPL, LDR, CAR, BOPO dan ROA inilah yang berdasarkan data empiris perlu diadakan penelitian lanjutan.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian bank berdasarkan PSAK nomor 31 dalam Standar Akuntansi Keuangan, 2002 adalah “suatu lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang memerlukan dana (defisit unit), serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran”.
         Menurut  Kashmir (Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November tentang perbankan), bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
            Berdasarkan definisi-definisi di atas, manfaat bank dapat di kelompokkan menjadi 5, yaitu:
  1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).
  2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.
  3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).
  4. Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri.
  5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar pada masa mendatang.
Pengertian Non Perfoming Loan (NPL)
NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam mengcover risiko pengembalian kredit oleh debitur (Komang Darmawan, 2004). NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi NPL mengakibatkan semakin tinggi tunggakan bunga kredit yang berpotensi menurunkan pendapatan bunga serta menurunkan laba. Demikian sebaliknya, semakin rendah NPL akan semakin tinggi (Muljono, 1999).
                                                                                        
 



Kredit bermasalah didefinisikan sebagai risiko yang dikaitkan dengan kemungkinan kegagalan klien membayar kewajibannya atau risiko dimana debitur tidak dapat melunasi hutangnya. Kriteria rasio NPL dibawah 5%.

Pengertian Loan  to Deposit Ratio (LDR)
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. LDR menggambarkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar (Meliyanti,2008). Loan to Deposit Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
 




Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR)
         CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang mempunyai resiko.
            Berdasarkan Lukman Dendawijaya, 2003 CAR dapat dirumuskan sebagai berikut:
                                   Modal Bank
CAR    =                                                                x 100 %
                   Aktiva Tertimbang Menurut Resiko




Pengertian Return On Asset (ROA)
         Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset.
         Menurut Lukman Dendawijaya, 2003 ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:
                                         Laba Sebelum Pajak
   ROA  =                                                           x 100 %
                                  Total Aktiva




Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO)
Rasio BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2003). Semakin kecil BOPO maka semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang besangkutan (Almilia dan Herdiningtyas, 2005) atau dengan kata lain semakin tinggi rasio BOPO maka kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.          
Secara matematis BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut :
 




METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data sekunder berupa laporan keuangan PT. Bank Tabungan Negara, Tbk. Variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.      Variabel dependen / variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA) sebagai Y.
2.      Variabel independen / variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.       Non Performing Loan (NPL) sebagai X1
b.      Loan Deposit Ratio (LDR) sebagai X2
c.       Capital Adecuacy Ratio (CAR) sebagai X3
d.      Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) sebagi X4
Pengujian hipotesis dengan koefisien bertujuan untuk mengetahui apakah variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 mempengaruhi Y.
Hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:.
      1.   Pengaruh antara NPL dan ROA
            Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara NPL dengan ROA
            Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara NPL dan ROA
      2.   Pengaruh antara LDR dan ROA
            Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara LDR dan ROA
            Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara LDR dan ROA
      3.   Pengaruh antara CAR dan ROA
            Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara CAR dan ROA
            Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara CAR dan ROA
      4.   Pengaruh antara BOPO dan ROA
            Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara BOPO dan ROA
            Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara BOPO dan ROA
      5.   Hubungan antara NPL, LDR, CAR, dan BOPO terhadap ROA
            Ho : Tidak ada hubungan antara NPL, LDR, CAR, BOPO dan ROA
            Ha : Ada hubungan antara NPL, LDR, CAR, BOPO dan ROA

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  1.     .   Intepretasi Hasil Pengujian Statistik untuk H1

Hipotesis pertama yang diajukan menyatakan bahwa Non Performing Loan   (NPL) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Dari hasil penelitian diperoleh koefisien regresi variabel NPL dengan arah positif sebesar 0,076 dengan nilai signifikansi sebesar 0,122, dimana nilai ini tidak signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar daripada 0,05. Sehingga perubahan rasio NPL terbukti tidak dapat digunakan untuk memprediksi ROA pada Bank Tabungan Negara periode penelitian 2004-2011. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan NPL tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dapat diterima.  Berdasarkan tabel deskriptif statistik, nilai rata-rata NPL sebesar 2,63% menunjukkan bahwa secara umum Bank Tabungan Negara memiliki NPL dibawah standar maksimum dari nilai yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5% maka dimungkinkan bahwa laba bank masih akan dapat meningkat walaupun NPL naik dengan cara meningkatkan LDR. Sedangkan menurut Sarifuddin (2005), laba dapat meningkat walau NPL naik jika:
  1.        Total pinjaman juga naik (sesuai data penelitian LDR naik) sehingga bunga pinjaman yang tidak terbayar karena NPL dapat tertutup oleh kenaikan bunga pinjaman akibat realisasi pinjaman baru atau suplesi/perubahan pinjaman.
  2.            Terjadi trend kenaikan suku bunga pinjaman yang tidak diimbangi kenaikan suku bunga simpanan yang sepadan, sehingga pendapatan bunga pinjaman meningkat lebih tinggi dibanding peningkatan bunga pinjaman. 
  3.        Adanya efisiensi biaya-biaya diluar biaya bunga yang dapat menutup penurunan pendapatan bunga akibat NPL.
  4.     Peningkatan pendapatan diluar bunga atau free base income yang mampu menutup penurunan pendapatan bunga karena NPL.
  5.         Tumbuhnya pendapatan dari angsuran pinjaman yang telah hapus buku atau NPL lama, maupun adanya pendapatan dari pencadangan penghapusan aktiva produktif (PPAP) dari NPL yang membaik kembali kualitasnya.

 2.      Intepretasi Hasil Pengujian Statistik untuk H2

Hipotesis kedua yang diajukan menyatakan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Dari hasil penelitian diperoleh koefisien regresi variabel LDR dengan arah negatif sebesar 0,002 dengan nilai signifikansi sebesar 0,521, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih besar daripada 0,05. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan LDR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA dapat diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektivitas bank dalam menyalurkan kredit. LDR yang tinggi menunjukkan bank sudah mampu mengoptimalkan penggunaan dana masyarakat untuk melakukan ekspansi kredit. LDR yang berada di bawah target dan limitnya, maka akan dikatakan bahwa bank memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan dikatakan bahwa bank memelihara alat likuid yang berlebihan dan ini akan menimbulkan tekanan terhadap pendapatan bank berupa tingginya biaya pemeliharaan kas yang menganggur (Kuncoro, 2002). Sehingga dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya sebagai intermediasi dengan baik. Semakin tinggi LDR maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bahwa bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif sehingga diharapkan jumlah kredit macetnya rendah).

3. Intepretasi Hasil Pengujian Statistik untuk H3

Hipotesis ketiga yang diajukan menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Dari hasil penelitian diperoleh koefisien regresi untuk variable Capital Adequacy Ratio (CAR) pada Bank Tabungan Negara sebesar 0,044 dengan nilai signifikansi sebesar 0,002, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan CAR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA tidak dapat diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika CAR meningkat maka laba juga semakin meningkat sehingga ROA semakin meningkat. CAR yang semakin rendah menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat. Hal ini disebabkan karena salah satu fungsi modal adalah untuk menjaga kepercayaan masyarakat (Sinungan, 2005). Modal bank digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat, khususnya masyarakat peminjam. Kepercayaan masyarakat dapat terlihat dari besarnya dana pihak ketiga yang harus melebihi jumlah setoran modal dari pemegang saham. Kepercayaan masyarakat amat penting artinya bagi bank karena dengan demikian bank akan dapat menghimpun dana untuk keperluan operasional. Ini berarti modal dasar bank akan bisa digunakan untuk menjaga posisi likuiditas dan investasi dalam aktiva tetap. Sebaliknya semakin tinggi CAR yang dicapai oleh suatu bank menunjukkan kinerja bank semakin baik karena bank tersebut mampu untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko dengan kecukupan modal yang dimilikinya. Dengan kata lain, semakin kecil risiko suatu bank maka semakin meningkat keuntungan yang diperoleh (Kuncoro, 2002)

4.   Intepretasi Hasil Pengujian Statistik untuk H4

Hipotesis keempat yang diajukan menyatakan bahwa Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return on Assets (ROA). Dari hasil penelitian diperoleh koefisien regresi variabel BOPO dengan arah negatif sebesar dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dimana nilai ini signifikan pada tingkat signifikansi 0,05 karena lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan BOPO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA tidak dapat diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jika BOPO meningkat maka laba semakin menurun. Tingkat efisiensi bank dalam menjalankan operasinya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan atau earning yang dihasilkan oleh bank. Jika kegiatan operasional dilakukan dengan efisien (dalam hal ini nilai rasio BOPO rendah) maka laba yang dihasilkan bank tersebut akan naik. Selain itu, besarnya rasio BOPO juga disebabkan karena tingginya biaya dana yang dihimpun dan rendahnya pendapatan bunga dari penanaman dana. Semakin besar BOPO, maka akan semakin kecil atau menurun kinerja keuangan perbankan, begitu juga sebaliknya, jika BOPO semakin kecil maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perbankan semakin meningkat atau membaik.

       5.  Intepretasi Hasil Pengujian Statistik untuk H5

Hipotesis keempat yang diajukan menyatakan bahwa Tidak ada hubungan antara NPL, LDR, CAR, BOPO dan ROA. Dari hasil perhitungan diperoleh angka korelasi antara NPL, LDR, dan BOPO  terhadap ROA sebesar -0,964. Artinya hubungan kedua variabel tersebut sangat kuat dan bersifat negatif. Hubungan sangat kuat berarti angka tersebut mendekati -1, sedangkan bersifat negatif berarti jika NPL, LDR, dan BOPO meningkat satu satuan maka ROA akan menurun satu-satuan. Sedangkan angka korelasi antara CAR terhadap ROA sebesar 0,362. Artinya hubungan kedua variabel tersebut rendah dan bersifat positif. Hubungan rendah berarti angka tersebut mendekati 0, sedangkan bersifat positif berarti jika CAR meningkat satu satuan maka ROA juga akan meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Selama periode amatan menunjukkan bahwa data telah terdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi yang menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel yang menyimpang dari uji asumsi klasik. Ini mengindikasikan bahwa data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model persamaan regresi linier berganda.
Hasil pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda dengan empat variabel independen (CAR, NPL, BOPO, dan LDR) dan satu variable dependen (ROA) pada PT. Bank Tabungan Negara, Tbk. Periode 2004-2011 adalah sebagai berikut:
1.      Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1, menunjukkan bahwa pada Bank Tabungan Negara variabel Non Performing Loan (NPL) tidak berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Return on Assets (ROA). Ini ditunjukkan dari nilai signifikansi yang lebih besar daripada 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan NPL tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA  dapat diterima.

2.      Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 2, menunjukkan bahwa pada Bank Tabungan Negara variabel Loan to Deposit Ratio (LDR)  tidak berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Return on Assets (ROA). Ini ditunjukkan dari nilai signifikansi yang lebih besar daripada 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan LDR tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ROA dapat diterima.

3.      Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 3, menunjukkan bahwa pada Bank Tabungan Negara variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Return on Assets (ROA). Ini ditunjukkan dari nilai signifikansi yang lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga yang menyatakan CAR tidak berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap ROA tidak dapat diterima.

4.      Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 4, menunjukkan bahwa pada Bank Tabungan Negara variabel Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Return on Assets (ROA). Ini ditunjukkan dari nilai signifikansi yang lebih kecil daripada 0,05 . Dengan demikian hipotesis keempat yang menyatakan BOPO tidak berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap ROA tidak dapat diterima.

5.      Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 5, korelasi antara NPL, LDR, dan BOPO  terhadap ROA bersifat negative dan mendekati -1. Artinya, jika NPL, LDR, dan BOPO meningkat satu satuan maka ROA akan menurun satu-satuan. Sedangkan angka korelasi antara CAR terhadap ROA bersifat positif dan mendekati 0, berarti jika CAR meningkat satu satuan maka ROA juga akan meningkat.

Saran
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi, maka terlihat bahwa nilai koefisien untuk masing-masing variabel yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan terhadap Return on Assets (ROA) pada Bank Tabungan Negara adalah Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) dengan nilai koefisien  regresi sebesar -0,678, Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,362 serta variabel Loan to Deposit Ratio (LDR) dengan nilai koefisien transformasi regresi sebesar -0,132. Oleh karena itu, penulis memberikan saran kepada pihak manajemen PT. Bank Tabungan Negara, Tbk., yaitu:
1.      Bagi emiten, untuk dapat meningkatkan kinerja maka perusahaan harus selalu berada pada tingkat efisiensi yang bisa menghasilkan laba yang maksimal dengan cara menekan BOPO. Kemudian bagi investor, rasio ini perlu diperhatikan sebagai salah satu bahan pertimbangannya dalam menentukan strategi investasi.

2.      Bagi pihak emiten (manajemen perusahaan) merujuk pada penelitian ini, diharapkan selalu menjaga tingkat kecukupan modalnya sehingga pada akhirnya dengan tercukupinya tingkat kecukupan modal, kinerja keuangan bank tersebut akan meningkat. Kemudian bagi investor, rasio CAR dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan strategi investasinya. Karena semakin besar rasio CAR suatu bank, maka semakin tinggi juga laba yang berarti semakin tinggi juga kinerja keuangan bank tersebut.

3.      Bagi emiten (manajemen perusahaan), penyaluran kredit dapat ditingkatkan agar laba meningkat sehingga kinerja bank juga meningkat. Kemudian bagi pihak investor, LDR dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan strategi investasinya. Semakin likuid suatu bank, maka dapat disimpulkan bahwa kelangsungan hidup bank tersebut akan berlangsung lama.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Buyung Nusantara, “Analisis Pengaruh NPL, CAR, LDR, dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Go Public dan Bank Umum Non Go Public”,Library Universitas Diponegoro. Dalam: http://eprints.undip.ac.id/ Diakses pada tanggal : 29 April 2012.

Desi Ariyani, “Analisis Pengaruh CAR, NPL, BOPO dan LDR Terhadap ROA Pada Bank Devisa”, Library Universitas Diponegoro. Dalam http://eprints.undip.ac.id/. Diakses pada tanggal : 29 April 2012
                                                                                  
Dwi Priyatno, 2011, Buku Saku SPSS. Jakarta : MediaKom

Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi keenam. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Lukman Dendawijaya. 2003. Manajemen Perbankan. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nu’man Hamzah Pahlevie, “Analisis Pengaruh CAR, NIM, LDR, NPL, BOPO, dan EAQ Terhadap Perubahab Laba Pada Bank Umum”, Library Universitas Diponegoro. Dalam http://eprints.undip.ac.id/. Diakses pada tanggal : 29 April 2012

Nuresya Meliyanti, “Analisis Kinerja Keuangan Bank: Pendekatan Rasio NPL, LDR, BOPO dan ROA Pada Bank Privat dan Publik” Library Universitas Gunadarma, Dalam http://www.gunadarma.ac.id/library/. Diakses pada tanggal : 29 April 2012

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Tarsito.

Suhardjono, Bastian Indra,2006, Akuntansi Perbankan Buku 1. Jakarta : Salemba
Empat










Kamis, Mei 16, 2013

PELAPORAN KEUANGAN DAN PERUBAHAN HARGA

Definisi Perubahan Harga

Untuk memahami makna istilah perubahan harga (changing prices). Kita harus membedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik, yang keduanya termasuk dalam istilah perubahan harga itu. Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan jasa  dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Kenaikan harga secara keseluruhan disebut sebagai inflasi, sedangkan penurunan harga disebut sebagai deflasi

Infalsi telah menjadi fakta yang penting dan ttap di hampir semua Negara di dunia. Perubahan nilai mata uang moneter benar-benar diakui para akuntan dewasa ini, tetapi terdapat pertentangan mengenai cara teoritis dan praktis untuk menyesuaikannya. Di Amerika Serikat, FASB Statement No. 33 mengharuskan pengungkapan khusus oleh perusahaan-perusahaan besar tertentu, tetapi tidak merinci kaitan pengungkapan ini dengan laporan keuangan utama. Unit moneter yang tidak stabil adalah suatu kendala pengukuran dalam pendekatan induktif-deduktif terhadap teori akuntansi.

Apabila pengukuran keuangan didasarkan pada harga-harga historis atau apabila perbandingan terdiri dari agregat harga selama tahun-tahun yang berbeda, maka hubungan yang dianggap biasa di dalam laporan keuangan telah berubah. Upaya mengatasi kendala ini telah melahirkan usul-usul untuk memodifikasi atau merumuskan kembali pengukuran akuntansi tradisional. Pada umumnya pendekatan ini lebih dapat diterima oleh profesi akuntansi ketimbang pendekatan radikal yang akan menetapkan struktur akuntansi baru guna menghindari perbandingan dan penjumlahan harga (agregationns of price) dari tahun-tahun yang berbeda.


 Daftar istilah Akutansi Inflasi

Atribut. Karakteristik kuantitatif suatu pos  yang diukur untuk keperluan akutansi. Contoh: biaya histories atau biaya penggantian merupaka atribut suatu aktiva

Penyesuaian biaya kini. Nilai penyesuaian aktiva untuk perubahan  dalam harga tertentu

Kekayaan yang dapat dihapuskan. Jumlah aktiva bersih suatu perusahaan yang dapat ditarik tanpa mengurangi besar awalnya aktiva bersih

Mekanisme Penyesuaian. Manfaat berupa keuntungan daya beli pemegang saham yang berasal dari pendanaan utang dan pertanda bahwa perusahaan tidak perlu mengakui tambahan biaya pengganti atas aktiva operasi sehubungan dengan aktiva tersebut didanai melalui utang

Ekuivalen Daya Beli Umum. Jumlah mata uang yang telah disesuaikan terhadap perubahan dalam tingkat harga umum

Keuntungan kepemilikan suatu investasi. Kenaikan nilai biaya kini  suatu aktiva nonmoneter

Hiperinflasi. Laju inflasi yang sangat besar terjadi pada saat tingkat harga umum dalam suatu perekonomian meningkat sebesar lebih dari 25%  pertahun

Inflasi. Kenaikan dalam tingkat harga umum seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian

Aktiva moneter. Klaim terhadap jumlah mata uang yang tetap dimasa depan seperti kas atau piutang usaha

Keuntungan Moneter. Kenaikan dalam daya beli secara umum yang terjadi karena terdapatnya kewajiban moneter selama periode inflasi

Kewajiban moneter. Suatu kewajiban untuk membayar jumlah mata uang yang tetap dimasa depan seperti utang usaha atau uang dengan suku bunga yang tetap

Kerugian Moneter. Penurunan dalam daya beli secara umum yang terjadi karena terdapatnya kativa moneter selama periode inflasi

Penyesuian Modal Kerja Moneter. Pengaruh perubahan harga khusus  terhadap seluruh jumlah modal kerja yang digunakan oleh sutu usaha dalam menjalankan operasinya

Jumlah Nominal. Jumlah  mata uang yang belum disesuaikan dengan perubahan harga

Aktiva Nonmoneter. Aktiva yang tidak menunjukkan adanya klaim tetap terhadap kas seperti persediaan, aktiva tetap, dan peralatan

Kewajiban Nonmoneter. Suatu utang yang tidak mengharuskan pembayaran jumlah kas yang tetap dimasa depan, seperti uang muka pelanggan

Penyesuian Paritas. Suatu penyesuian yang mencerminkan perbedaan antara inflasi di Negara induk perusahaan dan Negara tuan rumah

Aktiva permanent. Istilah di Brasil untuk aktiva tetap, gedung, investsai, beban tangguhan, dan depresiasi terkait   serta jumlah deplesi atau amortisasi

Indeks Hraga. Suatu rasio biaya dimana pembilang/numeratornya adalah biaya dari suatu keranjang barang dan jasa yang representatif dalam tahun berjalan, sedangkan penyebutnya adalah biaya dari keranjang barang dan jasa yang sama pada tahun dasar

Daya Beli. Kemampuan umum dari suatu unit moneter untuk memeperoleh barang dan jasa

Laba Riil. Laba bersih yang telah disesuaikan untuk perubahan harga

Biaya penggantian. Biaya kini untuk mengganti potensi jasa suatu aktiva dalam keadaan normal usaha

Mata uang pelaporan. Mata uang yang digunakan suatu perusahaan dalam menyusun laporan keuangan

Metode nyatakan kembali-translasikan. Digunakan pada saat suatu induk  perusahaan mengkonsolidasikan akun-akun anak perusahaan luar negeri yang berlokasi disebuah lingkungan berinflasi

Perubahan Harga Khusus. Perubahan dalam harga untuk komoditas khusus seperti persediaan atau peralatan

Metode translasikan-nyatakan kembali. Suatu metode konsolidasi pertama-tama dengan mentranlasikan akun-akun laporan keuangan anak perusahaan luar negeri kedalam mata uang induk perusahaan dan kemudian dinyatakan kembali jumlah yang ditanslasikan terhadap inflasi induk perusahaan

Mengapa Laporan Keuangan memiliki potensi untuk menyesatkan selama periode perubahan harga?

Dari sudut pandang manajemen, ketidakakuratan pengukuran ini mendistrosi
o    Proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu histories
o    Anggrana yang menjadi dasar pengukuran kinerja
o    Data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan

Laba yang dinilai lebih pada gilirannya akan menyebabkan :
o    Kenaikan dalam proporsi pajak
o    Permintaan dividen lebih banyak dari pemgang saham
o    Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari para pekerja
o    Tindakan yang merugikan dari Negara tuan rumah (seperti pengenaan pajak keuntungan yang sangat besar)

Dalam periode inflasi, pendapatan umumnya dinyatakan dalam mata uang dengan daya beli umum yang lebih rendah (yaitu daya beli periode kini), yang kemudian diterapkan terhadap beban terkait. Prosedur akuntansi yang konvesional juga mengabaikan keuntungan dan kerugian daya beli yang timbul dari kepemilikan kas (ekuivalennya) selama periode inflasi.

Oleh karena itu, mengakui pengaruh inflasi secara eksplisit berguna dilakukan  karena beberapa alasan :
   Pengaruh perubahan harga sebagian bergantung pada transaksi dan keadaan yang dihadapi sutu perusahaan
   Mengelola masalah yang ditimbulkan oleh perubahan harga bergantung pada pemahaman yang akurat atas masalah tersebut
   Laporan dari para manager mengenai permasalahan yang disebabkan oleh perubahan  harga lebih mudah dipercaya apabila kalangan usaha menerbitkan informasi keuangan yang membahas masalah-masalah tersebut.

Meskipun inflasi  melambat, akutansi perubahan harga tetap berguna  karena  efek kumulatif inflasi yang rendah dalam beberapa waktu dapat menjadi signifikan

Jenis Penyesuaian Inflasi
Akutansi untuk pengaruh laporan keuangan atas perubahntingkat harga umum disebut sebagai model daya beli konstan biaya histories. Akutansi untuk perubahan harga khusus disebut sebagai model biaya kini

Penyesuaian Tingkat Harga Umum
Jumlah mata uang yang disesuaikan terhadap perubahan tingkat harga umum (daya beli) disebut sebagai mata uang konstan biaya histories  atau ekuivalen daya beli umum

Indeks Harga
Perubahan tingkat harga umum diukur dengan indeks tingkat harga

Penggunaan Indeks Harga
Angka indeks harga digunakan untuk mentranslasikan jumlah uang yang dibayarkan selama periode terdahulu menjadi ekuivalen daya beli pada akhir periode (yaitu daya beli konstan biaya histories)

Obyek Penyesuaian Tingkat Harga Umum
Darimana datangnya kerugian moneter?
Selama inflasi, perusahaan akan mengalami perubahan kekayaan yang tidak berkaitan dengan kegiatan operasionalnya. Perubahan ini muncul dari aktiva atau kewajiban moneter, klain terhadap atau kewajiban untuk m embayarkanmata uang dengan jumlah yang tetap dimasa depan. Aktiva moneter mencakup kas dan piutang usaha, yang umumnya akan kehilangna daya beli selama periode inflasi. Kewajiban moneter mencakup kebanyakan utang, yang umumnya akan menimbulkan keuntungandaya beli selama inflasi

Pernyataan di Meksiko mengenai akuntansi inflasi B-10 konsisten dengan daya beli konstan harga historis.
Ketentuan Laporan Neraca menurut B10
Persediaan                                              Harus disajikan ulang dengan menggunakan
Aktiva tetap                                             indeks harga umum.

Aktiva non moneter lainnya                     Pengakuan kenaikan atas nilai aktiva non
Akumulasi depresiasi                               moneter diungkapkan dalam ekuitas pemegang saham
Beban depresiasi        
Harga pokok penjualan

Keuntungan /kerugian moneter          Dihitung dengan menggunakan indeks harga atas posisi                                                                                  moneter bersih (aktiva moneter–kewajiban  moneter) 
                                                        dihitung dalam laporan rugi laba                               
Komponen ekuitas pemegang saham            Disajikan ulang dengan menggunakan indeks harga                   
Keuntungan/kerugian valuta asing    Semua diasulsikan akan direalisasi / harus                                                                                          melalui laporan rugi laba

Penyajian ulang mata uang                 Aturan B-12 mewajibkan seluruh laporan
dengan nilai konstan                       keuangan yang disajikan ulang dalam daya                                                                                                      beli umum  pada tanggal penyajian laporan neraca.

Penyesuian  Biaya Kini.
Model biaya kini berbeda dengan akutansi  yang  konvensional dalam dua aspek utama. Pertama, aktiva tetap dinilai berdasarkan biaya kini dan bukan biaya histories. Kedua, laba adalah jumlah sumber daya yang  dapat didistribusikan oleh perusahaan dalam suatu periode (tanpa memperhitungkan komponen pajak), namun tetap dapat mempertahankan kapasitas produktif atau modal fisik perusahaan.

Metode mana yang terbaik ?
Penyesuian biaya kini berpendapat bahwa usha tidak dipengaruhi oleh inflasi umum, tetapi lebih dipengaruhi oleh kenaikan biaya opersai  khusus dan pengeluaran aktiva tetap.

Group Modelo diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan , yang disajikan ulang sebagai berikut :

   Persediaan
Pos-pos ini dinilai berdasarkan metode masuk terakhir, keluar pertama dan disajikan ulang dengan menggunakan metode biaya penggantian atau manufaktur

   Harga Pokok Penjualan
Penyajian ulang akun ini dinilai berdasrkan nilai persediaan yang dinyatakan ulang


   Aktiva Tetap
Pos-pos ini dicatat berdasrkan biaya akusisi, dan disajikan ulang dengan menggunakan factor inflasi  yang diperoleh dari Nasional Consumer Price Indeks / Indeks Harga Konsumen Umum, sehingga menjadi nilai penggantian  bersih yang ditentukan oleh penilai ahli independent pada tanggal 31 Des 20X2, dan sesuai dengan tanggal akusisi apabila pembelian dilakukan setelah tanggal tersebut

   Depresiasi
Pos ini dihitung berdasarkan nilai penyajian ulang aktiva tetap, yang dipertimbangkan sebagai dasar, perkiraan masa manfaat ditentukan oleh penilai independent

   Penyajian ulang ekuitas pemegang saham
Akun ini disajikan ulang dengan menggunakan factor inflasi yang diperoleh dari NCPI, menurut umur atau tanggal kontribusinya.

   Ketidakcukupan dalam penyajian ulang ekuitas pemegang saham
Saldo akun ini disajikan dengan penjumlahanaljabar dari pos hasil dari kepemilikan  aktiva nonmoneter dan akumulasi hasil moneter ekuitas

   Hasil dari kepemilikan aktiva nonmoneter
Pos ini menunjukkan perubahan dalam nilai aktiva nonmoneter yang disebabkan oleh hal selain inflasi

   Akumulasi hasil moneter ekuitas
Pos ini merupakn hasil yang berawal dari penyajian awal angka-angka laporan keuangan



 Sudut Pandang Internasional terhadap Akutansi Inflasi

AMERIKA SERIKAT
Pada tahun  1979, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan  No 33 berjudul Pelaporan Keuangan dan Perubahan harga, pernyataan ini  mengharuskan perusahaan-perusahaan AS mencoba melakukan pengungkapan daya beli konstan biaya histories dan daya beli konstan kini.
Perusahan pelapor didorong untuk mengungkapkan informasi berikut untuk masing-masing dari 5 tahun terakhir :
   Penjualan bersih dan pendapatan opersai lainnya
   Laba dari operasi yang berjalan berdasarkan dasar biaya kini
   Keuntungan atau kerugian daya beli (moneter) atas pos-pos moneter bersih
   Kenaikan atau penurunan dalam biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan (yaitu jumlah kas bersih yang diperkirakan akan dapat dipulihkan melalui penggunaan atau penjualan) yang lebih rendah dari persediaan atau aktiva tetap, bersih dari inflasi (perubahan tingkat harga umum)
   Setiap agregat penyesuaian translasi mata uang aing, berdasrkan biaya kini, yang timbul dari proses konsolidasi
   Aktiva bersih pada akhir tahun menurut dasar biaya kini
   Laba persaham (dari opersai berjalan) menurut dasar biaya kini
   Deviden persaham biasa
   Harga pasar akhir tahun perlembar saham biasa
   Tingkat Indeks Harga Konsumen yang digunakan untuk mengukur laba dari operasi berjalan


 INGGRIS
Laporan biaya kini di Inggris  mewajibkanbaik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta catatan penjelasan. Standar di Inggris memeperbolehkan 3 pilihan pelaporan :
   Menyajikan akun0akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya historis
   Menyajikan akun-akun biaya histories sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini
   Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai sati-satunya akun yang dilengkapi dengan informasi biaya historis yang memadai
Dalam perlakuan keuntungan dan kerugian terkait dengan pos-pos moneter SSAP 16 mengharuskan dua angka, yang keduanya mencerminkan pengaruh perubahan harga spesifik, yaitu :
Ø  Penyesuaian modal kerja moneter (Monetary Working Capital Adjustment-MWCA), mengakui pengaruh perubahan harga khusus terhadap total jumlah modal kerja yang digunakan oleh perusahaan dalam operasainya.
Ø  Mekanisme penyesuaian, memungkinkan pengaruh perubahan harga spesifik terhadap aktiva non moneter perusahaan (seperti depresiasi, harga pokok penjualan, dan modal kerja moneter). Mekanisme penyesuaian mengakui bahwa laporan laba rugi tidak memerlukan biaya penggantian tambahan aktiva operasi sejauh aktiva tersebut didanai melalui utang

BRASIL
Akutansi inflasi yang direkomen dasikan  di Brasil hari ini mencerminkan 2 kelompok pilihan pelaporan, hukum perusahaan Brasil dan Komisi Pengawas Pasar Modal Brasil. Penyesuaian inflasi yang sesuai dengan hukum perusahaan menyajikan ulang akun-akun aktiva permanent dan ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang diakui oleh Pemerintah Federal untuk mengukur devaluasi mata uang local. Aktiva permanent meliputi aktiva tetap, gedung, investsai, beban tangguhan dan depresiasi terkait, serta kaun-akun amortisasi atau deplesi (termasuk setiap provisi kerugian yang terkait). Akun-akun ekuitas pemegang saham terdiri dari modal, cadangan pendapatan, cadangan revaluasi, laba ditahan, dan akun cadangan  modal yang digunakan untuk mencatat penyesuaian tingkat harga terhadap modal.

Komisi Pengawas Pasar Modal Brasil, mewajibkan metode akuntansi untuk perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di depan publik harus mengukur ulang seluruh transaksi yang terjadi dalam suatu periode dengan menggunakan mata uang fungsionalnya. Pada akhir periode, indeks tingkat harga umum yang berlaku mengubah unit daya beli umum menjadi unit mata uang lokal nominal. Juga :
n  Persediaan dikategorikan sebagai aktiva non moneter dan diukur ulang dengan menggunakan mata uang fungsional
n  Pos-pos moneter yang tidak dikenakan bunga dengan masa jatuh tempo yang melebihi 90 hari didiskontokan menjadi nilai kini untuk mengalokasikan keuntungan dan kerugian inflasi yang terjadi ke dalam periode akuntansi yang memadai
n  Penyesuaian neraca direklasifikasikan juga ke dalam pos-pos terkait dalam laporan laba rugi
  


Badan Standar Akutansi Internasional
IAS 29 Pelaporan keuangan dalam Perekonomian Hiperin flasi mewajibkan (dan bukan hanya merekomendasikan) penyajian ulang informasi laporan keuangan utama. Secara khusus, laporan keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang perekonomian hiperinflasi, apakah didasarkan pada kerangka penilaian biaya histories atau biaya kini, hatus disajikan ulang sesuai de ngan daya beli konstan pada tanggal neraca

Isu-isu mengenai inflasi
Terdapat 4 isu akutansi inflasi yang cukup menganggu. Keemapat isu itu adalah :
   Apakah dolar konstan atau biaya kini yang lebih baik mengukur pengaruh inflasi
   Perlakuan akutansi terhadap keuntungan dan kerugian inflasi
   Akutansi inflasi luar negeri
   Menghin dari  fenomena kejatuhan ganda

Keuntungan dan Kerugian Inflasi
Keuntungan atu kerugian pos-pos moneter di Amerika Serikat ditentukan dengan menyajikan ulang dalam dolar kon stan, saldo awal dan akhit, serta transaksi dalam, seluruh  aktiva dan kewajiban moneter (termasuk utang jangka panjang), angka yang dihasilkan diungkapkan sebagai pos terpisah.

Di Inggris , keuntungan dan kerugian pos-pos moneter dipisahkan menjadi modal kerja moneter dan mekanisme penyesuaian. Kedua angka tersebut ditentukan melalui perubahan harga khusus. Mekanisme penyesuaian mengindikasikan manfaat (atau biaya) kepada para pemegang saham yang berasal dari pembiayaan utama selama suatu periode perubahan harga. Angka-angka ini ditambahkan atas (dikurangi dari) laba operasi biaya kini untuk menghasilkan ukuran kemakmuran yang dapat dihapuskan,yang disebut sebagai “Laba Biaya Kini Teratribusi Kepada Pemegang Saham”.

Tujuan akuntansi inflasi adalah untuk mengukur kinerja suatu perusahaan dan memungkinkan setiap orang yang tertarik untuk mengukur jumlah,waktu,dan kemungkinan arus kas masa depan. Suatu perusahaan dapat mengukur penguasaannya terhadap barang dan jasa tertentu dengan menggunakan indeks untuk mengukur keruntungan dan kerugian moneter.


Keuntungan dan Kerugian Kepemilikan
Akutansi untuk biaya kini membagi total laba menjadi 2 bagian :
   Laba opersai (perbedaan anatara pendapatan kini dan biaya kini sumber daya yang dikonsumsi)
   Keuntungan yang belum direalisasi yang timbul dari kepemilikan aktiva nonmoneter dengan nilai pengganti yang meningkat bersamaan dengan inflasi

Kenaikan dalam biaya penggantian aktiva operasi (yaitu proyeksi arus kas keluar yang lebih tinggi untuk mengganti peralatan) bukanlah suatu keuntungan,baik itu direalisasi atau tidak. Apabila laba berbasis biaya kini mengukur perkiraan kekayaan perusahaan yang dapat digunakan,maka perubahan biaya kini persediaan,aktiva tetap dan aktiva operasi lainnya merupakan revaluasi ekuitas pemilik,yang adalah bagian dari laba yang harus disimpan oleh perusahaan untuk mempertahankan modal fisiknya (kapasitas produktifnya).

Aktiva yang dimiliki untuk spekulasi, seperti lahan kosong atau surat berharga yang dapat dipasarkan,tidak perlu diganti untuk mempertahankan kapasitas produktif. Dengan demikian, jika penyesuaian biaya kini mencakup pos-pos ini,kenaikan atau penurunan ekuivalen biaya (nilai) kininya (hingga sebesar nilai yang dapat direalisasikan) harus dinyatakan langsung dalam laba.

Akutansi untuk inflasi di luar negeri
Di Amerika Serikat, FASB berupaya untuk membahas masalah inflasi dengan mewajibkan  perusahaan pelapor yang besar untuk melakukan eksperimen dengan pengungkapan daya beli konstan biaya histories dan pengungkapan biaya kini. Oleh karena itu, investor memerlukan laporan keunagan yang disesuaikan dengan tingkat harga spesifik dan bukan tingkat harga umum, karena penyesuaian tingkat harga spesifik (model biaya kini yang kita gunakan) menentukan jumlah maksimum yang dapat dibayarkan oleh perusahaan sebagai dividen (kekayaan yang dapat dibagikan) tanpa mengurangi kapasitas produktifnya.  Model biaya histories tetap saja adalah model biaya historis.

Prosedur  penyesuaian tingkat harga lebih disukai berikut ini :
   Sajikan ulang laporan keuangan seluruh anak perusahaan, baik domestic secara spesifik maupun asing, dan laporan induk perusahaan untuk mencerminkan perubahan dalam harga spesifik  (sebagai contoh biaya kini)
   Translasikan akun-akun seluruh anak perusahaan diluar negeri kedalam nilai ekuivalen mata uang domestic dengan menggunakan suatu nilai konstan (yaitu kurs valuta saing pada tahaun dasar atau tahun sekarang)
   Gunakanlah indeks harga spesifik yang relevan dengan apa yang dikonsumsi oleh perusahaan dalam menghitung keuntungan atau kerugian moneter.

Menghindari Kejatuhan Ganda
Pada saat menyajikan ulang akun-akun luar negeri terhadap inflasi di luar negeri, seseorang harus berhati-hati untuk menghindari apa yang disebut sebagai kejatuhan ganda. Masalah ini muncul karena inflasi local langsung berpenangruh terhadap kurs yang digunakan dalam translasi.

Penyesuaian inflasi terhadap harga pokok penjualan atau beban depresiasi dimaksudkan untuk mengurangi basarnya laba “sebagaimana yang dilaporkan” untuk menghindari penilaian lebih laba bersih. Namun demikian,karena pengaruh hubungan terbalik antara inflasi lokal dan nilai mata uang,perubahan kurs valuta asing di antara laporan keuangan yang berurutan,yang umumnya disebabkan oleh inflasi, menyebabkan timbulnya sebagian pengaruh inflasi terhadap hasil operasi perusahaan “sebagaimana yang dilaporkan”. Untuk menghindari proses penyesuaian terhadap pengaruh inflsi sebanyak dua kali, penyesuaian inflasi harus memperhitungkan kerugian translasi yang sudah tercermin dalam hasil “sebagaimana yang dilaporkan” dari suatu perusahaan.



Kesimpulan
Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan jasa  dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Kenaikan harga secara keseluruhan disebut sebagai inflasi, sedangkan penurunan harga disebut sebagai deflasi. Inflasi telah menjadi fakta yang penting dan tetap di hampir semua Negara di dunia. Unit moneter yang tidak stabil adalah suatu kendala pengukuran dalam pendekatan induktif-deduktif terhadap teori akuntansi. Dalam periode inflasi, pendapatan umumnya dinyatakan dalam mata uang dengan daya beli umum yang lebih rendah (yaitu daya beli periode kini), yang kemudian diterapkan terhadap beban terkait. Prosedur akuntansi yang konvesional juga mengabaikan keuntungan dan kerugian daya beli yang timbul dari kepemilikan kas (ekuivalennya) selama periode inflasi.
            Akutansi untuk pengaruh laporan keuangan atas perubahan tingkat harga umum disebut sebagai model daya beli konstan biaya histories. Akutansi untuk perubahan harga khusus disebut sebagai model biaya kini. Apabila pengukuran keuangan didasarkan pada harga-harga historis atau apabila perbandingan terdiri dari agregat harga selama tahun-tahun yang berbeda, maka hubungan yang dianggap biasa di dalam laporan keuangan telah berubah. Upaya mengatasi kendala ini telah melahirkan usul-usul untuk memodifikasi atau merumuskan kembali pengukuran akuntansi tradisional.
            Di Amerika Serikat, FASB berupaya untuk membahas masalah inflasi dengan mewajibkan  perusahaan pelapor yang besar untuk melakukan eksperimen dengan pengungkapan daya beli konstan biaya histories dan pengungkapan biaya kini. Oleh karena itu, investor memerlukan laporan keunagan yang disesuaikan dengan tingkat harga spesifik dan bukan tingkat harga umum, karena penyesuaian tingkat harga spesifik (model biaya kini yang kita gunakan) menentukan jumlah maksimum yang dapat dibayarkan oleh perusahaan sebagai dividen (kekayaan yang dapat dibagikan) tanpa mengurangi kapasitas produktifnya.  Model biaya histories tetap saja adalah model biaya historis.